

YOGYAKARTA – Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kanwil Kemenkum) Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan komitmen kuat dalam mendukung upaya pembaharuan hukum pidana nasional. Hal ini terlihat dari dukungan penuh terhadap kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (DJPP) Kemenkum RI bekerjasama dengan Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan tema: "Uji Publik Rancangan Undang-Undang Tentang Penyesuaian Pidana".
Dalam sesi uji publik yang menjadi wadah penjaringan aspirasi, Pemerintah menegaskan urgensi penyelesaian RUU ini. Penyusunan RUU tentang Penyesuaian Pidana ini merupakan amanat hukum yang sangat penting: Pasal 613 KUHP Baru (UU No. 1 Tahun 2023) berisi ketentuan peralihan yang memerintahkan agar setiap undang-undang dan peraturan daerah (perda) yang memuat ketentuan pidana harus menyesuaikan dengan ketentuan KUHP Baru. Ketentuan penyesuaian tersebut diatur lebih lanjut melalui undang-undang tersendiri, yang dikenal sebagai Undang-Undang Penyesuaian Pidana.
Wakil Menteri Hukum RI, Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum., menyampaikan bahwa pembahasan RUU ini akan segera dikirim ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
"Pembahasan akan dilakukan segera setelah reses DPR selesai. Reses akan dimulai pada 3 Oktober hari Jumat, dan DPR diperkirakan akan kembali bersidang dalam 3-4 minggu. Kami berharap RUU ini sudah dapat disahkan pada November 2025," ujar Wamen Edward.
Wamenkum Edward menjelaskan, ruang lingkup pembahasan dalam rangka penyesuaian hukum pidana nasional sangat luas. Selain RUU Penyesuaian Pidana, diskusi ini juga mencakup pembahasan RUU Pidana Mati yang bertujuan menggantikan Undang-Undang PNPS Tahun 1964.
Dalam rangka penyusunan RUU yang kompleks ini, Pemerintah berkomitmen untuk memastikan proses legislasi yang transparan, akuntabel, dan partisipatif.
Sejalan dengan prinsip meaningful participation, partisipasi tersebut dapat diwujudkan dalam kegiatan forum konsultasi publik, diskusi terbuka, penyampaian masukan tertulis, maupun dialog dengan pemangku kepentingan.
"Kami dari pemerintah dan DPR wajib untuk mendengarkan masukan, wajib untuk mempertimbangkan," tegas Wamen Edward.
Kepala Divisi Peraturan Perundang- Undangan dan Pembinaan Hukum Soleh Joko Sutopo yang hadir mewakili Kanwil Kemenkum DIY menyambut baik detail agenda legislasi yang disampaikan oleh Wakil Menteri. Pihaknya menegaskan bahwa pelaksanaan uji publik di Yogyakarta adalah langkah strategis untuk menjaring masukan dari akademisi, praktisi, dan elemen masyarakat di wilayah DIY.
"Yogyakarta memiliki peran sentral, terutama dengan keberadaan kampus-kampus hukum terkemuka seperti UGM. Uji publik ini menjadi momentum berharga bagi Kanwil untuk memastikan bahwa rancangan regulasi ini benar-benar mencerminkan nilai-nilai keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum bagi seluruh rakyat," ujar Soleh
Sebagai perpanjangan tangan pusat, Kanwil Kemenkum DIY berkomitmen untuk memastikan aspirasi yang muncul dalam uji publik ini terdokumentasi dengan baik dan tersampaikan secara utuhkepada tim perumus RUU di Jakarta, sekaligus mempersiapkan diri sebagai ujung tombak sosialisasi RUU yang ditargetkan rampung pada November 2025.



