YOGYAKARTA – Kantor Wilayah Kementerian Hukum DIY terus mendorong para musisi lokal dan band independen untuk mendaftarkan karya musik mereka dalam perlindungan hak cipta. Langkah ini diambil sebagai bentuk perlindungan hukum sekaligus jaminan atas hak ekonomi para pencipta lagu di tengah masifnya distribusi karya di era digital.
Kepala Kanwil Kemenkum DIY, Agung Rektono Seto menyampaikan bahwa tingkat kesadaran pelaku industri musik lokal dalam mendaftarkan hak cipta atas karya mereka perlu terus didorong. Berdasarkan data semester I tahun 2025, jumlah karya musik yang tercatat resmi di DIY baru mencapai 17 karya. Angka ini jauh tertinggal dibandingkan dengan karya cipta di bidang lain seperti buku sebanyak 326 karya, video 348 karya, dan aplikasi atau program komputer 168 karya.
“Musik adalah salah satu bentuk ekspresi kreatif yang sangat populer dan sering digunakan di berbagai platform digital, mulai dari YouTube hingga TikTok. Namun, masih banyak pencipta lagu yang belum menyadari pentingnya pendaftaran hak cipta sebagai bentuk perlindungan terhadap karya mereka,” ungkap Agung dalam pernyataannya, Kamis (12/6/2025).
Menurutnya, tren digitalisasi telah mendorong banyak orang untuk menciptakan lagu dan langsung mengunggahnya ke media sosial demi mendapatkan eksposur, viralitas, atau bahkan penghasilan. Namun di balik kemudahan itu, terbuka pula potensi pelanggaran hak cipta yang bisa berdampak pada kerugian ekonomi, penyalahgunaan karya, hingga perselisihan hukum.
“Banyak karya yang menjadi viral, tapi tidak sedikit pula yang kemudian diklaim atau digunakan tanpa izin oleh pihak lain. Ini sangat merugikan, baik secara finansial maupun secara moral bagi penciptanya. Maka dari itu, kami mengajak seluruh insan musik di DIY untuk sadar dan segera mendaftarkan hak cipta mereka secara resmi,” tegas Agung.
Ia menambahkan, proses pendaftaran hak cipta kini sudah sangat mudah dan bisa dilakukan secara daring melalui laman resmi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Biayanya pun relatif terjangkau, sehingga tidak ada alasan untuk menunda perlindungan karya musik.
Sebagai bagian dari upaya peningkatan kesadaran ini, Kanwil Kemenkum DIY juga rutin mengadakan sosialisasi dan edukasi kepada komunitas-komunitas seni, kampus, serta sekolah musik di wilayah Yogyakarta. Mereka berharap, para musisi muda tidak hanya fokus pada sisi artistik dan popularitas, tetapi juga pada aspek legalitas karya yang mereka hasilkan.
“Kami ingin menjadikan Yogyakarta sebagai daerah yang tidak hanya kreatif, tetapi juga sadar hukum, terutama dalam hal kekayaan intelektual. Ini adalah bagian dari pemberdayaan ekonomi kreatif yang berkelanjutan,” ujar Agung.
Ia pun mengimbau bahwa setiap karya, sekecil apa pun, layak untuk dilindungi. Dengan dorongan ini, diharapkan semakin banyak pelaku musik lokal yang sadar akan pentingnya hak cipta dan menjadikan legalitas karya sebagai fondasi utama dalam berkarya.
"Jangan tunggu viral dulu baru daftar. Lebih baik melindungi sebelum karya itu dikeal luas, agar hak atas kekayaan intelektual benar-benar menjadi milik penciptanya," pungkasnya.