Yogyakarta– Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kanwil Kemenkum) DIY melalui Divisi Pelayanan Hukum sukses menggelar Sosialisasi Jaminan Fidusia bertajuk "Perlindungan dan Kepastian Hukum dalam Pelaksanaan Jaminan Fidusia" di Jogja Tourism Training Center (JTTC). Acara ini diselenggarakan untuk memberikan panduan dan solusi praktis bagi perusahaan pembiayaan dalam menghadapi tantangan eksekusi jaminan fidusia pasca-terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 18/PUU-XVII/2019.
Kegiatan ini dihadiri oleh 50 perwakilan dari kantor-kantor pembiayaan di DIY dan menghadirkan narasumber dari Ditjen AHU, Polda DIY, dan Pengadilan Negeri Sleman.
Memperjelas Batasan Eksekusi Sepihak
Kepala Divisi Peraturan Perundang-Undangan dan Pembinaan Hukum Kanwil Kemenkum DIY, Soleh Joko Sutopo, yang mewakili Kepala Kantor Wilayah, membuka acara dengan menggarisbawahi dampak Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019. Putusan tersebut secara tegas membatasi kewenangan Kreditur untuk melakukan eksekusi objek jaminan fidusia secara sepihak (parate eksekusi) jika Debitur menyatakan keberatan atau tidak adanya kesepakatan wanprestasi.
"Dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, kita tidak bisa lagi melakukan penarikan secara sepihak. Oleh karena itu, kantor wilayah berharap kegiatan sosialisasi pada pagi hari ini dapat memberikan pemahaman dan solusi yang jelas di lapangan, dengan menghadirkan narasumber dari kepolisian dan Pengadilan Negeri," tegas Soleh Joko Sutopo.
Sesi inti menghadirkan diskusi panel yang mengupas tuntas aspek hukum dan praktis fidusia:
1. Ditjen AHU (Norika Diana): Memaparkan secara detail mengenai subjek, objek, prinsip, manfaat pembebanan, hingga prosedur pendaftaran dan penghapusan (roya) jaminan fidusia di sistem.
2. Polda DIY (AKBP Joko Hamitoyo, S.H., M.H.): Menjelaskan bahwa peran kepolisian adalah memberikan pendampingan ketika terjadi eksekusi yang telah memiliki kekuatan hukum sah (penetapan pengadilan), serta menekankan pentingnya verifikasi awal kepemilikan objek.
3. PN Sleman (Hammam Haris, S.H.): Menyoroti tantangan eksekusi di lapangan, terutama pada objek bergerak yang mudah berpindah. Beliau menekankan bahwa eksekusi pasca Putusan MK harus menempuh alur penetapan pengadilan jika Debitur keberatan, mengingat Sertifikat Fidusia kini dipandang setara dengan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap hanya jika syarat-syarat dalam putusan MK terpenuhi.
Dalam sesi tanya jawab, isu mengenai objek jaminan yang sudah didaftarkan namun belum di-roya menjadi perhatian utama. Ditjen AHU menegaskan bahwa sistem saat ini telah otomatis mengunci objek yang masih terdaftar, sehingga penghapusan atau roya fidusia dari kreditur lama mutlak diperlukan untuk pendaftaran jaminan baru.
Selain itu, narasumber juga menawarkan solusi alternatif bagi perusahaan pembiayaan (Kreditur) yang menghadapi masalah gagal bayar. Polda DIY menyarankan agar perbankan mengedepankan restrukturisasi melalui adendum perjanjian lama sebagai solusi yang dapat ditempuh sebelum proses eksekusi, seraya menekankan perlunya prinsip kehati-hatian. PN Sleman menambahkan, prinsip kehati-hatian harus selalu di kedepankan karena Debitur akan selalu dilindungi secara hukum.
Kepala Divisi Pelayanan Hukum, Evy Setyowati Handayani, menyampaikan kesimpulan bahwa sosialisasi ini merupakan langkah penting Kanwil Kemenkum DIY untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif.
"Kami ingin semua perusahaan pembiayaan di DIY memahami betul bahwa pasca-Putusan MK, mekanisme eksekusi harus dilaksanakan sesuai koridor hukum, yakni adanya kesepakatan wanprestasi atau penetapan pengadilan," ujar Evy Setyowati Handayani.
"Sinergi antara Ditjen AHU, Kepolisian, dan Pengadilan Negeri adalah kunci untuk memastikan adanya kepastian hukum, baik bagi Kreditur untuk memperoleh kembali haknya maupun bagi Debitur agar terlindungi dari tindakan eksekusi yang sewenang-wenang. Kami juga akan mendorong perusahaan pembiayaan untuk segera meroya fidusia yang telah lunas guna menghindari hambatan pendaftaran di masa depan," tegas Evy Setyowati Handayani.
Sebagai tindak lanjut, Kanwil Kemenkum DIY juga mengusulkan kepada Ditjen AHU agar ditambahkan menu daftar objek jaminan fidusia yang tidak berserial ke dalam sistem AHU agar dapat diakses masyarakat.