
YOGYAKARTA — Kantor Wilayah Kementerian Hukum DIY kembali mengajak seluruh pihak untuk memahami pentingnya kesadaran publik dalam menghormati hak cipta, khususnya di bidang musik. Melalui kegiatan edukasi yang terus digalakkan, Kanwil Kemenkum DIY menyampaikan bahwa royalti adalah bentuk penghargaan dan kompensasi finansial yang layak diterima para pencipta lagu atas penggunaan karya cipta mereka di ruang publik.
Kepala Kanwil Kemenkum DIY, Agung Rektono Seto menjelaskan bahwa dasar hukum pembayaran royalti tertuang jelas dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam regulasi tersebut, hak ekonomi pencipta dilindungi, termasuk hak untuk mendapatkan imbalan ketika karya cipta mereka digunakan secara komersial, seperti diputar di restoran atau kafe.
"Royalti itu haknya pencipta lagu, bukan hak negara. Membayar royalti adalah bagian dari penghargaan terhadap karya intelektual dan bagian dari upaya menghidupkan ekosistem musik di Indonesia," tegas Agung.
Ia juga menambahkan bahwa royalti adalah bentuk apresiasi nyata sekaligus investasi bagi bangsa yang ingin menunjukkan kebanggaan pada karya anak negerinya. Menariknya, royalti tidak hanya berlaku bagi lagu-lagu dari musisi lokal. Lagu-lagu dari musisi internasional yang digunakan di Indonesia juga dikenai kewajiban royalti dengan tarif yang sama. Hal ini dimungkinkan karena Indonesia telah meratifikasi Konvensi Bern, yakni perjanjian internasional yang melindungi hak cipta lintas negara.
“Ketika kita memutar lagu dari musisi luar negeri, kita tetap membayar royalti melalui LMK di Indonesia. Ini karena perlindungan hak cipta berlaku secara global, dan kita terikat untuk menghormatinya,” jelas Agung.
Kanwil Kemenkum DIY akan terus melakukan pendampingan, pembinaan, dan pengawasan terhadap implementasi hak cipta, termasuk dalam urusan royalti. Diharapkan, langkah ini dapat menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa setiap karya adalah aset berharga bangsa yang layak dihargai, dilindungi, dan diberdayakan.


