
YOGYAKARTA — Kantor Wilayah Kementerian Hukum DIY menegaskan pentingnya memperkuat edukasi hukum kepada masyarakat mengenai penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kepala Kanwil Kemenkum DIY, Agung Rektono Seto menyampaikan bahwa masih banyak masyarakat yang belum memahami secara utuh bentuk, dampak, dan mekanisme hukum terkait KDRT, sehingga kasus serupa kerap tidak dilaporkan atau bahkan dianggap hal biasa dalam kehidupan rumah tangga.
“Banyak masyarakat yang belum menyadari bahwa tindakan seperti kekerasan verbal, penelantaran ekonomi, maupun kontrol berlebihan juga termasuk dalam bentuk KDRT. Edukasi menjadi kunci untuk memutus rantai kekerasan dalam keluarga,” ujar Agung Rektono Seto pada Kamis (9/10/2025).
Menurutnya, UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga telah mengatur secara tegas perlindungan bagi setiap anggota keluarga, baik istri, suami, anak, maupun pihak lain yang tinggal dalam satu rumah tangga. Namun, implementasinya di masyarakat masih belum optimal karena faktor minimnya literasi hukum, rasa takut, hingga anggapan bahwa KDRT adalah persoalan privat yang tidak perlu dibawa ke ranah hukum.
“Kita ingin membangun kesadaran bahwa rumah tangga seharusnya menjadi tempat yang aman, bukan ruang kekerasan. Jika masyarakat memahami hukum, mereka tidak hanya mampu melindungi diri, tetapi juga bisa menjadi bagian dari pencegahan,” tambah Agung.
Selain melalui kegiatan tatap muka, Kanwil Kemenkum DIY juga mengoptimalkan media sosial dan kanal digital untuk memperluas jangkauan edukasi hukum. Konten-konten berbentuk infografis, video pendek, dan testimoni korban KDRT disiapkan agar pesan anti kekerasan dapat diterima dengan cara yang lebih mudah dipahami oleh generasi muda.
Langkah ini sejalan dengan misi Kemenkumham untuk memperkuat budaya hukum dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai hak asasi manusia. Agung menekankan, pendekatan yang humanis dan edukatif menjadi prioritas agar korban KDRT tidak merasa takut untuk mencari keadilan.
“Kami tidak hanya menegakkan hukum, tetapi juga mendidik masyarakat agar memahami hukum. Ketika masyarakat paham hak dan kewajibannya, maka perlindungan terhadap perempuan dan anak akan berjalan lebih efektif,” tegasnya.
Melalui langkah berkelanjutan ini, diharapkan masyarakat DIY semakin sadar bahwa KDRT bukan lagi isu yang tabu dibicarakan, melainkan persoalan serius yang perlu dihentikan bersama melalui penegakan hukum dan pembinaan nilai kemanusiaan.


