YOGYAKARTA – Kantor Wilayah Kementerian Hukum DIY menggelar diskusi strategis terkait kebijakan pelaksanaan bantuan hukum bagi masyarakat miskin, Kamis (25/9/2025). Kegiatan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat akses keadilan bagi warga kurang mampu di DIY melalui layanan bantuan hukum yang semakin inklusif dan berkualitas.
Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum, Soleh Joko Sutopo menyampaikan bahwa pihaknya telah menggandeng 26 Organisasi Bantuan Hukum (OBH) yang terverifikasi dan terakreditasi untuk periode 2025–2027. OBH tersebut tersebar di seluruh kabupaten/kota di DIY, sehingga masyarakat di tingkat akar rumput pun dapat menjangkau layanan ini dengan lebih mudah.
Soleh menegaskan bahwa bantuan hukum bukanlah bentuk belas kasihan, melainkan hak konstitusional warga negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Layanan ini mencakup perkara litigasi maupun non-litigasi, baik pidana, perdata, maupun tata usaha negara.
“Negara hadir untuk memastikan masyarakat miskin mendapatkan perlindungan hukum yang setara. Prosedur pengajuan bantuan hukum tidak rumit, sementara dukungan pembiayaan yang disediakan pemerintah juga cukup besar. Ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya,” jelas Soleh.
Kepala Kanwil Kemenkum DIY, Agung Rektono Seto menambahkan bahwa kualitas pemberian bantuan hukum harus terus ditingkatkan dengan mengedepankan prinsip keadilan. Tidak cukup hanya menyediakan akses, tetapi juga memastikan masyarakat benar-benar mendapatkan pendampingan yang profesional dan berintegritas.
“Bantuan hukum bukan sekadar formalitas. Kita ingin memastikan bahwa setiap warga yang menghadapi persoalan hukum mendapatkan pembelaan yang adil. Karena itu, kolaborasi dengan OBH harus disertai peningkatan kualitas layanan, baik dari sisi kompetensi advokat maupun manajemen penanganan kasus,” tegas Agung.
Dalam diskusi ini, Kanwil Kemenkum DIY juga menghadirkan berbagai narasumber dari kalangan akademisi dan praktisi hukum. Kehadiran mereka diharapkan dapat memberikan pandangan yang lebih luas mengenai tantangan sekaligus solusi strategis dalam pelaksanaan bantuan hukum, khususnya dalam konteks DIY yang memiliki keragaman sosial, budaya, dan tingkat kebutuhan yang berbeda di tiap daerah.
Diskusi juga menyoroti pentingnya pendekatan non-litigasi, seperti mediasi, penyuluhan hukum, dan pemberdayaan masyarakat. Langkah ini dinilai dapat menekan angka perkara di pengadilan sekaligus memberikan pemahaman hukum yang lebih baik kepada masyarakat.
Kemenkum DIY menegaskan bahwa penguatan layanan bantuan hukum merupakan bagian dari pembangunan negara hukum yang menempatkan akses keadilan sebagai pilar utama. Dengan dukungan 26 OBH di DIY, pemerintah berharap tidak ada lagi masyarakat yang merasa sendirian ketika berhadapan dengan masalah hukum.
“Bantuan hukum adalah jembatan keadilan bagi masyarakat miskin. Kami ingin memastikan bahwa setiap warga, tanpa kecuali, memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan keadilan. Inilah esensi dari negara hukum yang sesungguhnya,” pungkas Agung.