YOGYAKARTA – Kantor Wilayah Kementerian Hukum DIY menunjukkan komitmen kuat dalam mendorong pemanfaatan kekayaan intelektual, khususnya melalui strategi penguatan merek kolektif sebagai instrumen penting dalam memperkuat daya saing produk unggulan daerah.
Dalam berbagai kesempatan, Kepala Kantor Wilayah Kemenkum DIY, Agung Rektono Seto menegaskan pentingnya membangun ekosistem kekayaan intelektual yang produktif dan berkelanjutan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurutnya, DIY memiliki potensi luar biasa yang dapat dikembangkan melalui pendekatan kekayaan intelektual, mulai dari hasil karya sivitas akademika di perguruan tinggi, karya seni dan musik, hingga merek serta indikasi geografis yang mencerminkan kearifan lokal.
“DIY ini adalah epicentrum kekayaan intelektual yang sangat besar. Potensinya sangat beragam, baik dari sisi budaya, pendidikan, hingga ekonomi kreatif. Kami ingin mendorong agar masyarakat dan pelaku usaha bisa memanfaatkan merek kolektif sebagai sarana untuk memperkuat identitas produk unggulan mereka,” ujar Agung.
Merek kolektif menjadi salah satu bentuk perlindungan hukum terhadap produk yang dihasilkan secara bersama oleh suatu komunitas atau kelompok usaha. Dalam konteks DIY, banyak potensi produk khas daerah seperti batik tulis, kerajinan, hingga indikasi geografis yang dapat memperoleh nilai tambah jika dibingkai melalui perlindungan merek kolektif.
Agung juga menekankan bahwa strategi penguatan merek kolektif tidak hanya berdampak pada nilai ekonomi, tetapi juga berkontribusi terhadap pelestarian budaya lokal dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ia menilai, pelaku usaha di DIY mulai dari UMKM hingga komunitas kreatif harus mendapat dukungan dalam bentuk edukasi, asistensi pendaftaran KI, hingga fasilitasi akses pasar.
“Kita tidak boleh membiarkan potensi ini berjalan tanpa perlindungan. Maka dari itu, Kanwil Kemenkumham DIY hadir untuk menjadi jembatan antara pelaku usaha dan perlindungan hukum melalui kekayaan intelektual. Merek kolektif adalah salah satu bentuk konkret dari upaya itu,” tambah Agung.
DIY sebagai daerah yang kreatif juga memiliki tantangan besar dalam menghadapi kompetisi global. Oleh karena itu, upaya penguatan branding melalui instrumen hukum menjadi semakin relevan dan mendesak. Kanwil Kemenkum DIY dalam hal ini aktif bekerja sama dengan pemerintah daerah, perguruan tinggi, serta lembaga swadaya masyarakat untuk memperkuat kapasitas masyarakat dalam memahami dan memanfaatkan sistem kekayaan intelektual secara optimal.
“Kami ingin DIY menjadi contoh bagi daerah lain dalam mengelola dan memanfaatkan kekayaan intelektual secara strategis. Bukan hanya dari sisi jumlah, tapi juga kualitas dan keberlanjutan pemanfaatannya,” pungkas Agung.


