
YOGYAKARTA – Kantor Wilayah Kementerian Hukum DIY menegaskan pentingnya memberikan informasi yang tepat terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terbaru. Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum, Soleh Joko Sutopo menekankan bahwa Raperda ini bukan tentang TPPO secara umum, melainkan fokus pada “Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang”.
Menurut Soleh, klarifikasi ini sangat penting agar masyarakat mendapatkan pemahaman yang benar. “Adagium hukum Latin menyatakan ‘ad recte docendum oportet primum inquirere nomina, quia rerum cognitio a nominibus rerum dependet’, artinya agar dapat memahami sesuatu, perlu diketahui terlebih dahulu namanya, agar mendapatkan pengetahuan yang tepat,” ujarnya
Soleh menambahkan, dari perspektif legal formil, pembentukan Raperda ini didorong oleh kebutuhan untuk memperbarui Perda DIY Nomor 6 Tahun 2014 tentang Perlindungan Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang. Perda sebelumnya dinilai sudah tidak sesuai dengan dinamika peraturan perundang-undangan terbaru serta kebutuhan pencegahan dan penanganan korban. Oleh sebab itu, Perda lama dicabut dan diganti dengan Raperda baru yang lebih komprehensif.
Sebagai instansi vertikal yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, Kantor Wilayah Kemenkum DIY memiliki peran penting dalam mendukung lahirnya Raperda ini. Kepala Kanwil Kemenkum DIY, Agung Rektono Seto menjelaskan bahwa sesuai Pasal 17 Permenkum Nomor 2 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah, Kanwil memiliki fungsi fasilitasi perancangan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, serta pelaksanaan harmonisasi rancangan peraturan.
“Artinya, kami memiliki komitmen penuh untuk memberikan fasilitasi dan pendampingan kepada Pemerintah Daerah dalam pembentukan semua produk hukumnya, termasuk Raperda ‘Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang’,” ujar Agung.
Agung menjelaskan bahwa penyusunan Raperda ini menghadapi tantangan signifikan karena tema yang diangkat sangat krusial.
“Masukan dari setiap stakeholder harus diakomodir, sehingga proses penyusunan terlihat lambat. Misalnya, pada tahap harmonisasi, meski kami telah menyerahkan Berita Acara Pengharmonisasian, draft Raperda tetap harus melalui banyak perubahan dan pembahasan pasal demi pasal,” jelasnya.
Namun, upaya koordinasi dan harmonisasi yang cermat membuahkan hasil, sehingga proses Raperda kini hampir rampung dan tinggal menunggu nomor registrasi (Noreg) dari Kemendagri sebelum resmi diundangkan.
Kemenkum DIY tidak berhenti pada pembentukan Raperda saja. Agung menekankan bahwa tahap implementasi menjadi hal yang tak kalah penting.
“Kami akan memastikan penegakan norma dalam setiap pasal Perda ini berjalan efektif. Untuk itu, JFT Penyuluh Hukum Kanwil Kemenkum DIY siap membantu tahap sosialisasi, sehingga Perda ini tidak hanya berhenti pada tataran administratif, tetapi benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” ujarnya.
Dengan peran fasilitasi, harmonisasi, dan sosialisasi yang menyeluruh, Kantor Wilayah Kemenkum DIY menegaskan posisinya sebagai pengawal utama pembentukan dan implementasi produk hukum di daerah. Melalui pendampingan ini, setiap regulasi tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga memiliki dampak nyata dalam melindungi masyarakat dari tindak pidana perdagangan orang.


