Yogyakarta - Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Hukum (Kemenkum), Agung Rektono Seto, mengedukasi masyarakat tentang pentingnya royalti musik dalam acara "Dialog Jogja Pagi Ini" di RRI Pro 1 Yogyakarta, Kamis, (7/08/2025). Dalam kesempatan tersebut, Agung Rektono Seto menjelaskan mekanisme dan landasan hukum yang melindungi hak cipta musisi, serta mengajak pelaku usaha untuk mematuhi aturan yang berlaku.
Mengenai landasan hukum dan mekanisme pengawasan, Agung menjelaskan, "Mekanisme pengelolaan dan perlindungan royalti musik di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021. Kami di Kantor Wilayah Kementerian Hukum bersama aparat kepolisian, berwenang untuk melakukan pengawasan dan penindakan terkait hal ini. Dalam upaya membangun kesadaran, kami menerapkan pendekatan bertahap. Tahap awal, kami aktif melaksanakan sosialisasi dan edukasi tentang pembayaran royalti musik kepada pelaku usaha di sektor perhotelan, restoran, kafe, tempat karaoke, dan pusat perbelanjaan. Selanjutnya, kami melakukan monitoring dan memberikan himbauan agar pelaku usaha memenuhi kewajiban lisensi dan pembayaran royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN)." ujarnya.
Agung juga menegaskan bahwa regulasi tersebut berlaku untuk seluruh pelaku usaha. "Perlu diketahui bahwa regulasi ini berlaku untuk semua kafe atau restoran tanpa terkecuali, karena semua tempat usaha komersial yang menggunakan musik di ruang publik wajib membayar royalti. Namun, ada ketentuan keringanan tarif royalti khusus untuk usaha mikro, kecil, dan lembaga pendidikan. Jika imbauan tidak diindahkan, maka dimungkinkan untuk dilakukan penindakan."
Terkait sanksi bagi pelanggar, Agung merinci, "Pelanggaran dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis atau penghentian penggunaan lagu/musik. Selain itu, sanksi perdata berupa ganti rugi juga dapat diterapkan. Untuk pelanggaran yang disengaja dan tanpa hak, sanksi pidana dapat berupa penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar."
Sebagai penutup, Agung memaparkan strategi jangka panjang Kemenkum DIY, "Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan sosialisasi, memfasilitasi pencatatan hak cipta secara daring, dan berkolaborasi dengan LMKN serta asosiasi pelaku usaha. Kami ingin membangun budaya sadar hak cipta sebagai bagian dari pengembangan ekonomi kreatif di sektor kuliner. Selain itu, kami juga mendorong pembangunan Sistem Informasi Lagu dan/atau Musik (SILM) agar penarikan royalti bisa lebih sistematis dan terintegrasi." pungkasnya.