YOGYAKARTA – Kantor Wilayah Kementerian Hukum DIY terus berupaya menyosialisasikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, yang akan mulai berlaku pada tahun 2026. Sosialisasi ini dilakukan secara masif agar masyarakat, akademisi, dan apparat penegak hukum memahami perubahan mendasar dalam sistem hukum pidana Indonesia.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham DIY Agung Rektono Seto menekankan pentingnya edukasi kepada berbagai pihak mengenai KUHP baru. Menurutnya, perubahan paradigma dalam hukum pidana harus dipahami.
“Pidana bukan menekankan pada balas dendam, tetapi lebih kepada pembinaan dan rehabilitasi. Oleh karena itu, perubahan paradigm aini harus terus disosialisasikan,” ujar Agung.
Diterapkannya KUHP baru pada tahun 2026 bukan tanpa alasan. Pemerintah masih menyusun berbagai peraturan pelaksana yang diperlukan agar penerapannya berjalan efektif. Selain itu, proses sosialisasi terus dilakukan agar tercipta keselarasan dalam implementasinya.
Sementara itu dalam acara webinar bertajuk Paradigma Modern KUHP Baru di Indonesia yang diselenggarakan pada Kamis (30/1/2025), Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej, menegaskan bahwa perubahan dalam KUHP baru bertujuan untuk menghadirkan sistem hukum pidana yang lebih manusiawi.
“Pidana bukan sekadar sarana balas dendam, tetapi harus memiliki tiga visi utama, yakni keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa mengubah paradigma hukum pidana di Indonesia bukanlah hal yang mudah, sehingga diperlukan komitmen dan kesadaran dari seluruh elemen masyarakat. Sosialisasi KUHP baru menjadi langkah penting dalam transisi menuju sistem hukum yang lebih modern dan berkeadilan. Pemerintah berharap dengan adanya pemahaman yang lebih baik, implementasi KUHP baru di tahun 2026 dapat berjalan dengan lancar dan memberikan manfaat bagi masyarakat luas.