YOGYAKARTA - Kantor Wilayah Kementerian Hukum DIY tengah mempersiapkan penyelenggaraan seleksi daerah Peace Maker Justice Award yang akan digelar di wilayah Kabupaten Bantul. Ajang prestisius ini akan diikuti oleh para lurah se-Kabupaten Bantul sebagai bentuk pengakuan atas peran aktif mereka dalam menciptakan perdamaian dan penyelesaian sengketa di masyarakat.
Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum, Soleh Joko Sutopo menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi intensif dengan berbagai stakeholder untuk memastikan kesuksesan pelaksanaan kegiatan ini.
"Kami telah berkoordinasi dengan pemerintah daerah, kepolisian, pengadilan, dan berbagai pihak terkait lainnya untuk menyukseskan event penting ini," ujar Soleh pada Rabu (9/4/2025).
Sementara itu Kepala Kanwil Kemenkum DIY, Agung Rektono Seto menyampaikan bahwa Peace Maker Justice Award kali ini akan menilai para peserta melalui beberapa komponen penilaian yang komprehensif, meliputi narasi uraian singkat tentang peran sebagai peace maker, pengalaman nyata dalam menyelesaikan sengketa, inovasi video dokumentasi penyelesaian sengketa, dan pranala/link berita yang meliputi kinerja mereka.
"Kami ingin mendorong para lurah untuk tidak hanya menjadi administrator pemerintahan, tetapi juga menjadi juru damai yang handal di tengah masyarakat," tegas Agung.
Menurutnya, peran lurah sebagai ujung tombak pemerintahan sangat strategis dalam menciptakan harmonisasi sosial dan penyelesaian konflik secara kekeluargaan.
Seleksi ini diharapkan dapat menemukan para lurah yang memiliki kemampuan luar biasa dalam mediasi dan resolusi konflik, sekaligus menjadi inspirasi bagi aparat pemerintahan lainnya. Para pemenang nantinya akan mewakili DIY dalam seleksi tingkat nasional Peace Maker Justice Award.
"Melalui ajang ini, kami ingin membangun budaya damai dan penyelesaian sengketa secara elegan di tingkat akar rumput," pungkas Agung.
Panitia telah menyiapkan sistem penilaian yang transparan dan akuntabel dengan melibatkan berbagai pakar di bidang hukum dan resolusi konflik. Kontestasi ini diharapkan dapat menjadi momentum penting dalam penguatan kapasitas aparatur desa sekaligus pengembangan alternatif penyelesaian sengketa di masyarakat.