YOGYAKARTA — Kantor Wilayah Kementerian Hukum DIY kembali menegaskan bahwa setiap proses pendaftaran merek di Indonesia harus mengikuti ketentuan hukum yang berlaku secara ketat dan menyeluruh, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Kepala Kanwil Kemenkum DIY, Agung Rektono Seto menjelaskan bahwa proses pendaftaran merek tidak semata-mata administratif, melainkan melibatkan tahapan evaluasi substantif yang mendalam, termasuk kajian terhadap aspek sosial dan budaya masyarakat.
“Setiap permohonan merek akan melalui tahapan pemeriksaan substantif, di mana Pemeriksa akan menilai apakah suatu merek bertentangan dengan moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 20 dan 21 Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis,” ujar Agung.
Lebih lanjut, Agung menjelaskan bahwa pemeriksaan tersebut bukan hanya melihat aspek formalitas administrasi, tetapi juga menggali potensi dampak sosial dan budaya dari penggunaan suatu merek di tengah masyarakat.
“Kami berkomitmen menjaga keseimbangan antara perlindungan hak kekayaan intelektual dengan nilai-nilai luhur masyarakat. Pemeriksa merek akan bekerja secara profesional dan objektif, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku,” tambahnya.
Kanwil Kemenkum DIY juga menekankan pentingnya partisipasi publik dan pemerintah daerah dalam pengawasan pendaftaran merek, terutama yang menyangkut penggunaan nama daerah, simbol lokal, atau elemen kebudayaan yang sensitif.
Dalam praktiknya, lanjut Agung, masyarakat maupun pihak pemerintah daerah memiliki hak untuk menyampaikan keberatan atau penolakan terhadap suatu merek yang dianggap merugikan atau tidak sesuai dengan nilai-nilai lokal. Mekanisme keberatan dan pembatalan merek telah disediakan oleh pemerintah melalui sistem yang terbuka, transparan, dan dapat diakses oleh semua pihak.
“Kami menghargai setiap aspirasi masyarakat, dan karena itulah sistem yang kami bangun dirancang untuk menjamin keadilan, keterbukaan, dan kepastian hukum dalam perlindungan kekayaan intelektual,” tutup Agung.