YOGYAKARTA – Kantor Wilayah Kementerian Hukum DIY terus memperkuat perannya dalam memfasilitasi penyusunan dan harmonisasi rancangan peraturan daerah agar memiliki substansi hukum yang selaras dengan hierarki peraturan perundang-undangan dan memberikan kemanfaatan nyata bagi masyarakat. Komitmen tersebut kembali ditegaskan dalam agenda Public Hearing Panitia Khusus (Pansus) BA 27 Tahun 2025 tentang Rancangan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Layak Anak (Raperda DIYLA), yang menjadi momentum penting dalam penguatan perlindungan hak anak di wilayah DIY.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkum DIY, Agung Rektono Seto menyampaikan bahwa setiap perda harus disusun dengan memperhatikan prinsip kejelasan tujuan, kesesuaian antara jenis dan materi muatan, serta keselarasan dengan sistem hukum nasional. Menurutnya, substansi Raperda DIY Layak Anak harus mampu menjadi regulasi yang tidak hanya patuh secara hierarkis, tetapi juga membawa manfaat nyata bagi masyarakat, khususnya bagi generasi muda.
“Peraturan daerah yang baik harus hadir dengan substansi yang selaras dengan aturan di atasnya, namun juga mampu melahirkan kemanfaatan. Dalam konteks Raperda Layak Anak, kemanfaatan itu tercermin dalam upaya melindungi dan memenuhi hak-hak anak secara komprehensif,” ujar Agung.
Lebih lanjut, Agung menjelaskan bahwa peran Kemenkum DIY dalam proses fasilitasi dan harmonisasi Raperda tidak hanya sebatas meninjau aspek normatif, tetapi juga memberikan rekomendasi substantif agar regulasi yang lahir benar-benar dapat diimplementasikan dan menjawab kebutuhan daerah. Ia menekankan pentingnya prinsip inklusivitas dalam perancangan peraturan daerah, terutama dalam menghadapi isu-isu kontemporer seperti perlindungan digital bagi anak dan pemenuhan hak anak difabel.
“Isu difabel dan keamanan digital menjadi tantangan baru dalam dunia perlindungan anak. Karena itu, regulasi daerah harus adaptif, visioner, dan mampu melindungi semua anak tanpa terkecuali,” tambahnya.
Raperda DIYLA digadang menjadi terobosan penting, sebab akan menjadi payung hukum pertama di Indonesia yang secara khusus mengatur tentang provinsi layak anak. Regulasi ini menekankan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dunia usaha, perguruan tinggi, dan forum anak dalam menciptakan lingkungan yang aman, ramah, dan mendukung tumbuh kembang anak.
Anggota Pansus, RB. Dwi Wahyu B., S.Pd., M.Si., turut menyoroti pentingnya dimensi budaya dalam pembentukan karakter anak Yogyakarta. Ia menegaskan bahwa bahasa dan budaya Jawa memiliki nilai etika dan moral yang kuat, sehingga perlu diintegrasikan dalam substansi Raperda sebagai bagian dari kearifan lokal.
“Bahasa Jawa adalah bahasa ibu yang mengandung etika dan tata krama. Jika Raperda ini bisa menghidupkan kembali bahasa dan sastra Jawa, maka karakter anak-anak kita akan terbangun kuat. Bahasa itu awal dari sebuah peradaban, sehingga perlu ditegaskan dalam implementasi regulasi,” ujar Dwi.
Melalui pendekatan kolaboratif ini, Kemenkum DIY berharap Raperda Layak Anak dapat menjadi model regulasi daerah yang partisipatif, inklusif, dan berbasis nilai budaya lokal. Harapan besar disematkan agar ke depan, Yogyakarta tidak hanya dikenal sebagai kota pendidikan dan budaya, tetapi juga sebagai provinsi layak anak yang menempatkan hak, perlindungan, dan partisipasi anak sebagai prioritas utama pembangunan daerah.