YOGYAKARTA – Di tengah derasnya arus informasi digital, publikasi humas tidak lagi bisa hanya mengandalkan kuantitas unggahan. Hal ini disampaikan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum DIY, Agung Rektono Seto yang menegaskan bahwa kualitas substansi menjadi faktor utama dalam menjaga kepercayaan publik.
Menurut Agung, masyarakat saat ini semakin kritis dalam memilih informasi. Akun media sosial yang hanya mementingkan jumlah unggahan tanpa memperhatikan isi berisiko kehilangan audiens.
“Publik bisa dengan mudah meninggalkan akun media sosial melalui fitur unfollow apabila mereka merasa konten yang ditampilkan tidak memiliki nilai atau hanya asal banyak,” jelasnya.
Dalam konteks kehumasan, publikasi bukan sekadar ajang untuk menampilkan aktivitas lembaga, melainkan sarana untuk menyampaikan pesan yang relevan, informatif, dan bermanfaat. Agung menekankan bahwa orientasi publikasi humas harus mengedepankan pandangan audiens.
“Kualitas publikasi ditentukan dari bagaimana substansi yang disajikan mampu menjawab kebutuhan informasi masyarakat, bukan hanya berapa banyak postingan yang keluar setiap hari,” imbuhnya.
Lebih lanjut, ia menggarisbawahi pentingnya strategi komunikasi yang cermat dalam membangun citra lembaga. Publikasi yang berkualitas, menurutnya, akan menghasilkan keterlibatan (engagement) yang lebih tinggi, serta memperkuat kepercayaan publik terhadap kinerja Kanwil Kemenkum DIY.
“Kita tidak boleh terjebak dalam orientasi angka semata. Konten yang baik akan menemukan penontonnya, karena masyarakat menilai dari manfaat dan relevansi pesan yang diterima,” ujarnya.
Dalam praktiknya, Kanwil Kemenkum DIY berkomitmen untuk menyajikan publikasi yang tidak hanya menampilkan kegiatan internal, tetapi juga memberikan edukasi hukum, literasi masyarakat, serta informasi kebijakan publik yang mudah dipahami. Dengan cara itu, publikasi humas akan berfungsi sebagai jembatan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat.
Agung berharap paradigma ini dapat menjadi pedoman dalam pengelolaan humas, khususnya di era digital yang penuh dengan persaingan informasi.
“Humas harus menjadi filter sekaligus fasilitator komunikasi publik. Dengan kualitas sebagai prioritas, publikasi akan mampu menjangkau lebih banyak orang secara bermakna, bukan sekadar menambah angka tayangan,” pungkasnya.