
GUNUNGKIDUL– Upaya penguatan perlindungan kekayaan intelektual daerah terus digalakkan. Hari ini, sebuah langkah maju diambil melalui pelaksanaan Pemeriksaan Substantif Indikasi Geografis (IG) Kakao Gunungkidul secara daring, yang dipusatkan di Ruang Rapat Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari permohonan pendaftaran Indikasi Geografis untuk Kakao Gunungkidul.
Kegiatan penting ini dibuka secara resmi oleh Ibu Kuwardhanti dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), dilanjutkan dengan sambutan dari Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kanwil Kemenkum) DIY, Ibu Eem Nurmanah, serta perwakilan dari Dinas Pertanian dan Pangan Gunungkidul yang diwakili oleh Ibu Aning selaku Kabid Perkebunan dan Hortikultura.
Pemeriksaan substantif ini dipimpin langsung oleh Tim Ahli Pemeriksa Substantif dari DJKI, Bapak Djoko Sumarno dan Bapak Mohammad Rifan, yang hadir secara daring. Mereka menjelaskan bahwa tujuan utama kegiatan ini adalah untuk memverifikasi dan menyempurnakan dokumen deskripsi, serta memastikan keberadaan dan kesesuaian di lapangan, termasuk penyampaian perbaikan yang mungkin diperlukan pada dokumen permohonan.
Dalam sesi presentasi, Ketua Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Kakao Gunungkidul, Bapak Rabono, memaparkan secara rinci mengenai karakteristik dan kualitas produk Kakao Gunungkidul, yang meliputi biji, lemak, dan bubuk kakao. Beliau juga menjelaskan mutu, ciri khas, dan reputasi produk, serta metode pengambilan dan pemeriksaan sampel. Sekretaris MPIG, Ibu Suparyati, turut memaparkan proses produksi Kakao Gunungkidul.
Setelah presentasi, sesi verifikasi dan pendalaman substansi dilakukan melalui sesi tanya jawab yang intens antara Tim Ahli Pemeriksa Indikasi Geografis dengan pihak pemohon, yaitu MPIG Kakao Gunungkidul dan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul.
Dari hasil evaluasi pemeriksaan, disimpulkan bahwa diperlukan beberapa perbaikan pada dokumen permohonan. Perbaikan tersebut meliputi editing bagian kelembagaan terkait komposisi kepengurusan MPIG dalam lampiran SK Bupati, peta batas wilayah IG, kode keterunutan, dan tim unsur pembinaan. Selain itu, diperlukan penambahan dokumen deskripsi, foto alur proses budidaya, luas hamparan kakao, contoh penempatan logo, serta metode pengendalian dan pengawasan mutu. Terakhir, disampaikan pula kebutuhan untuk memperbarui hasil uji laboratorium agar memenuhi standar SNI yang berlaku.
Dengan adanya pemeriksaan substantif ini, diharapkan pendaftaran Indikasi Geografis Kakao Gunungkidul dapat segera terealisasi dengan dokumen yang lengkap dan akurat, sehingga memberikan perlindungan hukum yang kuat serta meningkatkan nilai tambah bagi produk Kakao Gunungkidul di pasar.


